Pada Bulan April 2013 Komisi IX DPR RI dengan Pemerintah dalam hal ini diwakili langsung Muhaimin Iskandar Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Dahlan Iskan Menter Negara BUMN sepakat membentuk Panja Outsourcing dan Ketenagakerjaan (Panja OS dan Nakertrans)
Tujuan dibentuknya Panja OS dan Nakertrans didasarkan kepada pengaduan para buruh di perusahaan BUMN, dimana banyaknya pekanggaran ketenagakerjaan di Perusahaan BUMN. Panja OS dan Nakertrans sejak awal dibentuk akan fokus kepada tiga pokok masalah diantaranya;
- Penghapusan Outsourcing di Perusahaan BUMN.
- Terjadinya Pelanggaran hak-hak normatif para buruh.
- Terjadinya pelanggaran kebebasan berserikat di perusahaan BUMN.
Pada awal terbentuknya Panja OS dan Nakertrans Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Meneg BUMN berjanji untuk menerima dan menjalankan rekomendasi Panja OS dan Naker yang dibentuk oleh Komisi IX DPR RI. “KEPASRAHAN” politik ini mestinya bisa dipergunakan secara optimal oleh Panja agar bisa memberikan rekomendasi terbaik bagi buruh/pekerja di BUMN.
Bulan ini Oktober 2013, rencana Panja OS dan Nakertrans untuk mengeluarkan rekomendasi kepada Pemerintah dalam penyelesaian ketenagakerjaan di perusahaan BUMN. Menjelang dikeluarkannya “REKOMENDASI” tersebut, sidang-sidang Panja OS yang mengagendakan “perumusan” penyelesaian masalah masih saja berlangsung secara internal dan tertutup. Selain itu, jadwal persidangan pun tidak terencana dengan baik. Terlepas dari mekanisme yang ada, sidang panja tersebut seyogyanya bisa berlangsung terbuka (jadwal waktu maupun materi). Sehingga, bisa disaksikan secara jelas, “kemana” dan “dimana” posisi masing-masing anggota Panja OS.
Pertaruhan” nasib pekerja outsourcing” yang mayoritas telah bekerja bertahun-tahun serta “loyalitas” para pekerja tetap (organik), yang kedua-duanya, sedang diperlakukan sewenang-wenang oleh Manajemen perusahaan BUMN nya, mesti menjadi perhatian utama bagi Panja.
Geber BUMN telah memberikan masukan kepada Panja OS untuk keperluan penyusunan rekomendasi. Beberapa masukan dari Geber BUMN untuk dimuat dalam Rekomendasi diantaranya;
- Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Panja OS, semestinya memuat temuan adanya pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan oleh Perusahaan BUMN, yang dinyatakan secara lengkap.
- Rekomendasi Panja OS harus berani memuat Sanksi pemecatan terhadap Direksi Perusahaan BUMN yang telah melakukan tindakan pelanggaran aturan ketenagakerjaan.
- Rekomendasi Panja OS harus dengan konkrit menyebutkan dalam rekomendasi untuk pengangkatan pekerja OS menjadi pekerja tetap di perusahaan bumnnya tanpa syarat.
- Rekomendasi Panja OS harus memuat penghapusan pekerjaan pemborongan ataupun sistem outsourcing di perusahaan BUMN.
- Mempekerjakan kembali para pekerja outsourcing dan organik (pekerja tetap) yang telah di PHK sepihak, sekaligus membayarkan hak-hak normatifnya yang “digantung”.
- Rekomendasi Panja OS pun harus menetapkan batasan waktu eksekusi dan “penalty” (hukuman) bagi para pejabat negara (menteri hingga direktur-direktur) yang tidak mematuhi rekomendasi tersebut.
Dalam persidangan Panja OS dan Naker, sidang “perumusan” penyelesaian masalah, masih tertutup. Selain itu, jadwal persidangan pun tidak terencana dengan baik dan terbuka. Akibatnya, Geber BUMN mengkhawatirkan substansi rekomendasi nantinya, tidak memuat atau mengakomodir sejumlah “point kunci” masukan dari Geber BUMN tersebut. Disinyalir, dalam Rekomendasi Panja OS itu, akan terjadi “transaksional” politik. Penyebabnya, bisa karena keterancaman Pengusaha Outsourcing yang selama ini telah menjalani praktek bisnis outsourcing, dengan keuntungan yang menggiurkan. Ditambah lagi, Serikat Pekerja yang progressif dan berorientasi pada BUMN yang sehat, tentunya akan menjadi ancaman juga bagi pemangku jabatan yang koruptif.
Bertolak dari kenyataan itu, GEBER BUMN yang merupakan gerakan bersama dari sejumlah serikat-serikat pekerja di BUMN akan melakukan berbagai berbagai aksi. Aksi dimaksudkan sebagai bentuk perlawanan atas penciptaan adanya kondisi “ketidakpastian dan ketidakjelasan serta ketidakberpihakan pada buruh”. Terbukti, hingga kini, Panja OS dan Naker BUMN pun belum mengagendakan dan memastikan kapan rekomendasi akan diputuskan dan diserahterimakan. Padahal, 25 oktober besok, DPR akan reses hingga 17 november mendatang. Dugaan kuat, para pekerja outsourcing khususnya, dibiarkan “sendirian” tanpa “perlindungan” dalam menghadapi ancaman phk sepihak yang berdalih pada habisnya masa kontrak kerja yang kabarnya berakhir di tanggal 30 oktober ini.
Dalam aksi mogok kerja, Geber BUMN juga menduga adanya upaya penghalangan hak mogok kerja tersebut dari perusahaan BUMN dengan beberapa cara. Pertama, melakukan intimidasi kepada pekerja. Kedua, melakukan ancaman PHK dan PHK sepihak bila melaksakan hak mogok kerjanya. Ketiga, perusahaan melakukan tekanan secara langsung kepada keluarga pekerja agar pekerja tidak mengikuti mogok kerja. Keempat, dengan berdalih “sosialisasi” kontrak kerja baru, pekerja disodori form penandatanganan kontrak. Sehingga disinyalir, itu diterapkan juga sebagai upaya menekan sekaligus mengancam langsung para pekerja yang akan ikut aksi mogok kerja untuk tidak diperpanjang kontrak kerjanya. Kelima, pelibatan aparat TNI dan POLRI, untuk menghadapi aksi-aksi buruh. Terhadap pelibatan aparat ini, padahal Negara tidak sedang dalam keadaan darurat sebagaimana ditegaskan di UU No.34 tahun 2004 tentang TNI. Dan UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan juga memberikan “ruang” bagi buruh untuk melaksanakan hak dasarnya berupa hak mogok kerja. Dan unjuk rasa pun, juga dijamin oleh UU no. 9 tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.
Menjelang keluarnya Rekomendasi Panja OS, Geber BUMN akan melakukan aksi-aksi strategis tersebut diantaranya;
- Pekerja Outsourcing PT Jamsostek, akan melakukan aksi unjukrasa sekaligus mogok kerja dari tanggal 22 sd 25 oktober.
- Pekerja outsourcing di PT PLN juga akan mengambil langkah mogok kerja serta unjuk rasa dari tanggal 21 hingga 30 oktober.
- Serta Aksi-aksi sejenis dari para pekerja di BUMN lainnya pun akan berlangsung dan bergelombang serta terus dimatangkan.
Aksi-aksi itu dilakukan, karena “buntu”nya jalur-jalur komunikasi dan mediasi dalam penyelesaian masalah yang merugikan buruh/pekerja. Negara, tidak mampu menjamin atas hak hidup dan pekerjaan yang layak bagi rakyatnya. Bahkan, malah membiarkan, maraknya pelanggaran dan kejahatan ketenagakerjaan, terjadi. Ironisnya, pelanggaran-pelanggaran ketenagakerjaan itu berlangsung di perusahaan-perusahaan BUMN, yang seharusnya menjadi contoh bagi kepatuhan negara atas aturan dan hukum yang dibuat-nya sendiri.
Oleh karenanya, Geber BUMN mendesak hal-hal sebagai berikut :
- Mengecam tindakan-tindakan perusahaan BUMN, yang diduga kuat melakukan tindakan upaya penghalang-halangan serikat buruh/pekerja untuk melakukan mogok kerja secara nasional.
- Panja OS dan Naker BUMN Komisi IX DPR RI agar memberikan keterbukaan informasi dalam hal rencana dan penetapan waktu persidangan panja sekaligus persidangan terbuka bagi perumusan penyelesaian masalah outsourcing dan tenaga kerja di 21 Oktober besok.
- Panja OS dan Naker BUMN untuk segera pula menjadwalkan sidang keputusan dan serahterima rekomendasi, sebelum masa reses berlangsung (25 Okt sd 17 Nov).
- Panja OS dan Naker BUMN agar mengakomodir hal-hal yang menjadi perhatian utama dalam penyelesaian masalah outsourcing dan tenaga kerja di BUMN.
- Komisi IX DPR RI untuk segera mencegah keterlibatan TNI dan POLRI untuk menghadapi aksi mogok kerja para pekerja di BUMN.
- Komisi IX DPR RI untuk bisa mengawasi dan menegaskan sanksi bagi efektifnya pelaksanaan Rekomendasi Panja OS dan Naker BUMN di perusahaan-perusahaan BUMN.
- Mendesak Komisi IX DPR RI untuk melakukan protes keras kepada Kapolri dan Panglima TNI, jika aparatnya dilibatkan dalam konflik hubungan industrial di perusahaan-perusahaan BUMN.
- Mendorong Panja OS dan Naker untuk mendesak Pemerintah guna menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan di perusahaan BUMN dengan mengangkat pekerja/buruh OS sebagai pekerja/buruh tetap tanpa syarat di perusahaan BUMN nya, mematuhi seluruh putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, serta menjalankan rekomendasi dari komisi-komisi negara yang berkompeten.
- Apabila Pemerintah tidak mau dan membiarkan permasalahan ketenagakerjaan berlarut-larut terjadi, maka DPR RI perlu mengambil langkah “impeachment” kepada Presiden RI sebagai konsekuensi logisnya. Karena kegagalan Presiden dalam menjalankan perintah undang-undang dengan membiarkan kejahatan terus menerus terjadi
0 komentar:
Post a Comment