Aksi Buruh BUMN |
CATATANMARULI, BEKASI - Meski rekomendasi DPR soal outsourcing sudah diterbitkan, belum ada satupun perusahaan-perusahaan BUMN, yang mematuhi dan menjalankannya. Penerapan sistem kerja outsourcing masih terus berlangusung dengan penuh pelanggaran. Hak-hak pekerja outsourcing atas kepastian kerja dan kesejahteraannya pun semakin tidak terjamin dan malah terbaikan.
PHK massal dengan beragam dalih, “tameng” tes kompetensi, standarisasi background pendidikan serta kecukupan usia produktif dan keraguan akan penganggaran (budget) perusahaan menjadi modus guna menghindari pelaksanaan rekomendasi dpr tersebut. Dan ironisnya, Kementrian BUMN dan Kementrian Tenagakerja malah membiarkan praktek korporasi dari BUMN-BUMN itu. Kesungguhan Negara untuk menyelesaikan soal outsourcing di perusahaan yang menjadi miliknya (BUMN), patut diuji. Sehingga, kelak akan didapat kepastian akan kebijakan solutifnya.
INTERPELASI menjadi penting bagi DPR untuk segera diajukan. Produk rekomendasinya, telah dilecehkan oleh penyelenggara negara. Asas kepatuhan dan kepatutan terhadap kehormatan lembaga (DPR), perlu ditegakkan. Presiden sebagai representasi tertinggi di pemerintahan negara perlu dipanggil guna memberikan “penjelasan” atas kebijakan bawahannya (Meneg BUMN dan Menakertrans). Yang membiarkan dan mengabaikan pelaksanaan rekomendasi dari hasil kerja Panja di DPR.
Bagi GEBER BUMN, Interpelasi menjadi ujian bagi Negara dalam menuntaskan permasalahan outsourcing di BUMN. DPR diharapkan bisa mengkawal pelaksanaan haknya dengan benar sebagaimana diatur dalam UU No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Dan Pemerintah dituntut untuk segera bisa mengintrospeksi atas kebijakan yang diambilnya. Jika ditemukan kekeliruan dalam proses penyelesaian nya, segera diperbaiki. Sehingga, saat forum PENJELASAN berlangsung, harapannya, persoalan outsourcing serta beragam pelanggaran ketenagakerjaan di BUMN, sudah dituntaskan penyelesaiannya secara bertahap.
INTERPELASI, bisa berfungsi sebagai “alat tawar” yang efektif di tingkat parlemen. Adanya sanksi atas ketidakpuasan yang muncul dari pelaksanaan hak tersebut, bisa berujung pada PEMAKZULAN kekuasaan. Sebagai ajang pertaruhan kehormatan, Interpelasi, kerap menjadi pertimbangan kuat bagi keduanya dalam menyoal kebijakan. Karenanya, patut diwaspadai kemungkinan transaksional yang bisa menyertainya. Tukar-menukar kepentingan antar parpol bisa saja terjadi.
Sebagai hak yang paling “strategis” dari DPR, Interpelasi bisa memiliki kekuatan memaksa bagi keduanya dalam menunaikan fungsi tugasnya masing-masing. Karenanya, dalam hal kebijakan soal penanganan “outsourcing” bisa dipaksa untuk “diluruskan” agar rekomendasi bisa segera dijalankan. Tindakan korporasi dari BUMN seyogyanya tidak boleh mengabaikan rekomendasi yang ada. Kepatutan dan kepatuhan perusahaan-perusahaan BUMN terhadap seluruh isi dari rekomendasi, mesti bisa dipastikan.
Kedudukan DPR setara dengan Presiden sebagai penyelenggara tertinggi negara. Perusahaan-perusahaan BUMN berada dibawah kendali Menteri selaku pembantu tugas Presiden. Sehingga, ketidakpatuhan perusahaan BUMN terhadap rekomendasi DPR khususnya Panja OS dan Naker BUMN, patut dimintakan pertanggungjawabannya. INTERPELASI, dituntut untuk bisa memberikan kejelasan akan kepastian penyelesaian bagi permasalahan yang dihadapi. Patut menjadi perhatian bersama, bahwa proses penanganan outsourcing, dari sejak dibentuknya Panja Outsourcing dan Naker BUMN sudah berjalan selama 9 bulan.
Untuk itu, GEBERBUMN mendorong agar Hak INTERPELASI tersebut bisa segera diwujudkan. Semata, demi penuntasan penyelesaian soal outsourcing dan kasus pelanggaran ketenagakerjaan lainnya di BUMN.
Jakarta, 12 Januari 2014
Salam
GEBER BUMN
Sumber; (Klik)
0 komentar:
Post a Comment