Tuesday, June 27, 2017

7-ELEVEN TUTUP KEMENAKER HARUS BERTINDAK

7-ELEVEN TUTUP KEMENAKER HARUS BERTINDAK.

Pemberitaan akan tutupnya 7-Eleven tentu hal yang mengejutkan bagi Kita semua khususnya bagi saya secara pribadi. Dampak atas tutupnya 7-Eleven tersebut tentunya terhadap hak-hak para pekerja/buruhnya, maka PT. Modern Sevel Indonesia (MSI) selaku pemegang hak merek waralaba, 7-Eleven di Indonesia harus bertanggungjawab dalam pemenuhan hak-hak para pekerja/buruhnya sebelum melakukan penutupan perusahaan meskipun secara UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di Pasal 164 mengatur "bahwa perusahaan dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutut disebabkan perusahaan mengalami kerugian terus menerus selama dua tahun, maka buruh/pekerja berhak atas uang pesangon.

Atas pemberitaan tutupnya bisnis retail 7-Eleven tersebut hal yang luput dari perhatian kita terkait bagaimana hak-hak pekerja/buruh, dan apakah perusahaan sudah melakukan pelaporan kepada Dinas Tenaga Kerja atas tutupnya perusahaaan karena akan melakukan PHK terhadap Pekerja/Buruh. Hal tersebut diatur dalam UU no. 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan, pada Pokoknya UU No. 7 Tahun 1981 mewajibkan setiap pengusaha atau pengurus untuk melaporkan secara tertulis setiap mendirikan, menghentikan, menjalankan kembali, memindahkan atau membubarkan perusahaan kepada menteri atau pejabat yang berwenang. 

Dalam Pasal 6, dan Pasal 8 UU No. 7 Tahun 1981 mengatur soal jangkawaktu pengusaha atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis kepada menteri atau pejabat yang berwenang selambat-lambatnya dalam jangkawaktu 30 (tiga puluh) sebelum dilakukannya pemindahan, penghentian atau pembubaran perusahaan tersebut dengan memuat keterangan minimalnya 1) Nama dan alamat perusahaan, 2) nama dan alamat pengusaha, 3) nama dan alamat pengurus perusahaan, 4) tanggal memindahkan, menghentikan atau membubarkan perusahaan, 5) kewajiban-kewajiban yang telah dan akan dilaksanakan terhadap buruhnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 6) jumlah buruh yang akan dihentikan. Jika perusahaan tidak melaporkan sebagaimana diatur dalam UU No. 7 Tahun 1981 maka konsekuensi hukumnya perusahaan atau pengurus  diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- .(satu juta rupiah). 

Atas tutupnya 7-Eleven, Perusahaan pemegang waralaba tersebut belum pernah menyatakan bahwa telah memenuhi hak-hak para buruhnya hanya mengemukakan penyebab tutupnya 7-eleven karena mengalami kerugian serta gagalnya akuisisi. Begitu Juga dengan Kementerian Tenaga Kerja maupun Jajarannya tidak pernyataan atas tutupnya 7-Eleven, padahal ada ribuan buruh/pekerja yang akan terkena dampaknya atas penutupan 7-Eleven tersebut. Tentu saya selaku praktisi dan pengamat hukum perburuhan sangat menyesalkan Jajaran Kemenaker tidak ada yang sensitifitas atas tutupnya 7-Eleven padahal akan berdampak terhadap nasib ribuan orang buruh/pekerja yang bekerja di perusahaan waralaba tersebut.

Saya selaku praktisi dan pengamat hukum perburuhan yang pernah bekerja di LBH Jakarta (2010-2016) dibidang perburuhan dan saat ini telah membuka kantor sendiri dibilangan Pondok Bambu Jakarta Timur,  mempunyai sikap dan Pendapat atas tutupnya 7-Eleven sebagai berikut :
1. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja harus memanggil Perusahaan pemegang waralaba 7-Eleven di Indonesia untuk memastikan penutupan 7-Eleven sesuai dengan UU No. 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan, dan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 

2. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi harus meminta kepada perusahaan secara tertulis kewajiban-kewajiban yang telah dan akan dilaksanakan terhadap buruhnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta jumlah buruh yang akan dihentikan. Serta Kemenaker melakukan penyelidikan dengan turun kelapangan untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh (check, re check dan cross check) untuk memastikan penyebab tutupnya perusahaan dan memastikan hak-hak buruh tidak terlanggar. Sehingga informasi akan berimbang. 

3. Jika dalam penyelidkan yang dilakukan oleh kemenaker ditemukan ada indikasi pidana misalnya informasinya yang diberikan perusahaan tidak benar terkait tutupnya perusahaan namun ada motif lain maupun mengarah ke usaha persaingan usaha tidak sehat maka Kemenaker wajib melaporkan kepada kepolisian maupun ke komisi Persaingam Usaha Tidak Sehat atau ke instansi yang berwenang untuk dilakukan penindakan lebih lanjut. 

Demikian pendapat dan saya ini. Hal ini dibuat demi terwujudnya keadilan untuk semua khususnya para pekerja/buruh yang tidak mengetahui apa yang menjadi hak-haknya selaku buruh/pekerja.  Jika ada yang butuh konsultasi lanjutan via online atau konsultasi langsung. Silakan kirim pesan atau buat janjian dengan saya dengan mengirim pesan ke email:maruli_rajagukguk@yahoo.com, Diusahakan semua pertayaan anda akan dijawab. Terimakasih.

0 komentar:

Post a Comment