Thursday, May 7, 2015

Diskriminasi dan Ketidakadilan yang Dialami Kaum Perempuan di Myanmar.

Oleh : Maruli Tua Rajagukguk


Latar Belakang

Sampai sekarang belum ada defenisi yang baku tentang hukum. dimana setiap ahli mempunyai pendapat yang berbeda dalam mendefenisikan hukum. Namun secara umum bila diartikan hukum adalah Hukum mengatur tingkah laku atau tindakan manusia dalam masyarakat. Peraturan mengandung perintah dan larangan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur perilaku manusia agar tidak bersinggungan dan merugikan kepentingan umum .

Dari defenis diatas, bahwa hukum dibuat untuk melindungi setiap warga negaranya, dengan tujuan memberikan manfaat dan keadilan setiap orang tanpa pengecualian. Maka sederhananya Hukum itu dibuat untuk menghapuskan diskriminasi dan memberikan keadilan bagi setiap orang, dan manfaatnya untuk kepentingan umum.

Diskriminasi dan Ketidakadilan Dialami oleh Perempuan Myanmar melalui Hukum.

Seperti uraian diatas bahwa Hukum itu dibuat untuk menghapuskan diskriminasi dan memberikan keadilan bagi setiap orang, dan manfaatnya untuk kepentingan umum. Ternyata berbeda di Myanmar. Di myanmar hukum menjadi alat bagi pemerintah dalam hal ini penegak hukum untuk melakukan diskriminasi, kekerasan dan ketidakadilan bagi perempuan di Myanmar. 

Pendapat diatas berdasarkan kunjungan dan wawancara saya dengan organisasi Equal di Yangon Myanmar. Equal adalah organisasi yang didirikan untuk melakukan advokasi terhadap pekerja seks perempuan dan laki-laki, ketergantungan seseorang terhadap narkoba, Advokasi para Lesbian, Gay Bisexual and TransSeksual. 

Wawancara saya lakukan pada saat kunjungan hari Jumat, 19 September 2014. Dimana saya bertemu dengan para staf, lawyer dan paralegal di Equal. Dalam kunjungan pertama saya ini, banyak berdiskusi terkait dengan advokasi yang dilakukan equal dan kerangka hukum di myanmar yang dirasa kurang memberikan keadilan bagi warga myanmar.

Menurut para pekerja di Equal, bahwa masih banyak pembaharuan hukum yang belum dilakukan sejak tahun 2008. Dimana di tahun 2008 merupakan babak baru bagi myanmar demokrasi transisi ditandai dengan dilakukannya revisi Konstitusi Myanmar, sebelumnya Myanmar mempunyai Konstitusi di tahun 1947 kemudian diubah 1974. Perubahan konstitusi ini setidaknya mempunyai semangat dalam melakukan perlindungan dan pemajuan Hak Asasi Manusia dibandingkan konstitusi sebelumnya walaupun belum sempurna sesuai dengan instrumen HAM internasional. Setelah dilakukan perubahan konstitusi, dilakukan pula pemilihan langsung Presiden tahun 2011 oleh Parlement dengan Presiden tepilih Thein Sein yang merupakan mantan Jenderal Militer. Thein Sein sebagai Presiden Myanmar mempunyai komitmen untuk menghormati dan memenuhi HAM warga myanmar khususnya dalam peningkatan perekonomian di myanmar. Dan negara myanmar pun membuka diri terhadap negara-negara lain dalam hubungan diplomasi, sebelumnya Negara-negara lain melakukan boikot terhadap Myanmar.

Pada masa demokrasi transisi berdilah Organisasi ini Equal, yang berdiri pada tanggal 1 Agustus 2012. Sebelum organisasi equal ini berdiri, para aktivis sekaligus para pendiri equal melakukan studi banding ke Afrika Selatan pada bulan Juni 2012 yang pendanaannya didukung oleh british council melalui organisasi pyoe pin, bertujuan agar mereka dapat gambaran dalam merancang dan membangun suatu model paralegal bantuan hukum untuk bisa diaplikasikan di myanmar dan mendorong dan mengefektifkan bantuan hukum di myanmar.

Meskipun Organisasi Equal masih baru, tapi Sejak Equal ini berdiri sampai Agustus 2014, sudah membantu banyak orang diperkirakan sebanyak 3594 orang, belum lagi konsultasi melalui Telpon diperkirakan sebanyak 209 orang. 

Menurut aktivist Equal banyak capaian yang sudah dicapai diantaranya: 1) Para Pekerja Sex Worker Perempuan mempunyai kepercayaan diri ketika berhadapan dengan persidangan bahwa mereka adalah bukan penjahat. 2) banyak para pekerja sek perempuan sudah mengetahui hak-haknya khususnya hak atas bantuan hukum. 3) Pemberdayaan Paralegal berjalan, dimana Paralegal bebas mengunjungi ruang tahanan di polisi. 4) Berkurang penyuapan.

Lebih lanjut pekerja Equal mengemukakan bahwa hambatan terbesar adalah perubahan hukum. dimana sampai sekaran masih berlaku hukum prostitusi. Dimana dalam hukum prostitusi tersebut mengatur bahwa pelaku yang dihukum hanyalah perempuan, dimana dihukum penjara sekitar 1-3 tahun . Sedihnya Sebagian besar pekerja sex perempuan ini dijebak oleh polisi ataupun orang lain. Selama menunggu persidangan para pekerja sex perempuan ini di tahan di Kantor Kepolisian. Hakim dalam mengadili para pekerja seks perempuan bersalah, yang rata-rata hukumannya selama 2 tahun penjara.

Sebenarnya Equal, melakukan protes atas pemberlakuan UU Prostitusi ini, karena menurut mereka penjara bukanlah solusi dalam menghilangkan prostitusi di Myanmar. Bila dilihat latar belakang para pekerja seks di myanmar berasal dari keluarga yang miskin, kurang pendidikan sehingga tidak ada pilihan pekerjaan lain sehingga mereka melakukan pekerjaan seks ini. Organisasi Equal menyakini bahwa para pekerja seks ini tidak ingin menjadi pekerja seks kalau pemerintah menyediakan pekerjaan yang layak dan accesible bagi mereka bagi para pekerja seks perempuan. Penghukuman terhadap perempuan hanya karena dia terpaksa melakukan pekerja sek Ini merupakan diskriminasi dan ketidakadilan bagi perempuan. Argumentasi yang mendasar equal mengatakan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan karena pemberlakuan UU ini hanya berlaku bagi perempuan, bagi laki-laki yang memakai pekerja seks tidak dilakukan penghukuman begitu perusahaan yang merekrut pekerja seks perempuan dan yang melakukan pendistribusian. 

Rencana Organisasi Kedepan Dalam Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan di Myanmar.

Ke depan rencana Organisasi Equal mendorong perubahan kebijakan dan reformasi hukum untuk melakukan proteksi terhadap penderita HIV/AID serta penghapusan UU Prostitusi serta Memperkuat suatu jaringan paralegal yang professional.



Penulis adalah Pengacara Publik di LBH Jakarta dan Saat ini sedang mengikuti program pertukaran Pengacara tentang Acces to Justice dan ditempatkan di Yangon, Myanmar, yang disupport oleh FK Norway,

0 komentar:

Post a Comment