Showing posts with label AKSI. Show all posts
Showing posts with label AKSI. Show all posts

Tuesday, November 17, 2015

Advokat dan Masyarakat Sipil Mendukung Unjuk Rasa dan Mogok Nasional Buruh Tolak PP Pengupahan


Siaran Pers
Advokat dan Masyarakat Sipil
Mendukung Unjuk Rasa dan Mogok Nasional Buruh Tolak PP Pengupahan

Organisasi Masyarakat Sipil dan Ratusan Advokat mendukung unjuk rasa dan mogok nasional buruh Tolak PP Pengupahan. Penolakan terhadap PP Pengupahan tersebut telah dimulai pada bulan oktober 2015 dan berlanjut serta saat ini akan melakukan unjuk rasa dan mogok nasional.

Pasalnya PP Pengupahan tersebut akan semakin memiskinkan kaum buruh dan mengancam demokrasi di bidang kebebasan berserikat. Selain itu, pelibatan buruh dalam penyusunan PP Pengupahan tidak dilibatkan.

Sebelumnya Serikat Pekerja/Buruh telah melakukan dialog dengan Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Menteri Sekretariat Negara agar membatalkan dan mencabut PP Pengupahan tersebut, namun Pemerintah tetap bersikeras memberlakukan PP Pengupahan tersebut, sehingga terjadi jalan buntu. Adapun alasan hukum, Serikat Pekerja/buruh menolak PP Pengupahan tersebut diantaranya :

1) Dengan berlakunya PP Pengupahan tersebut kenaikan upah hanya ditentukan oleh pemerintah sehingga akan mendelegitimasi peran serikat buruh/pekerja yang sudah dijamin dalam UU Ketenagakerjaan, UU Serikat Pekerja/Buruh dan Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan berserikat.

2) Formula Kenaikan Upah minimum yang diatur dalam PP Pengupahan bertentangan dengan Konstitusi.

UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian, dan Pasal 28D ayat (2) “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Hal yang sama juga ditegaskan dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dengan berlakunya PP No 78/2015 Formula kenaikan upah minimum ditetapkan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Akibatnya penetapan upah minimum tidak lagi berdasarkan Kebutuhan hidup layak dan mereduksi kewenangan Gubernur serta peran serikat pekerja/buruh dalam penetapan upah minimum.

Sehingga PP Pengupahan merupakan kebijakan yang memiskinkan buruh secara struktural. Sehingga hak atas upah layak dan penghidupan layak akan terlanggar. Sehingga alasan buruh dan rakyat Indonesia sangat berdasar untuk menolak PP Pengupahan karena bertentangan dengan konstitusi dan Peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan.

Dengan demikian buruh dan rakyat Indonesia menolak PP Pengupahan dengan melakukan unjuk rasa dan mogok nasional sah secara konstitusi dan dibenarkan Undang-undang karena telah terjadi pelanggaran hak normative yaitu hak atas upah layak.

Karena aksi dan mogok nasional buruh yang dilakukan oleh serikat pekerja/buruh sah secara konstitusi dan dibenarkan Undang-undang, maka tidak boleh dihalangi dan dilarang oleh siapapun termasuk Pemerintah dan aparat penegak hukum serta pengusaha.

Apabila ada pihak yang melakukan pelarangan dan menghalang-halangi aksi unjuk rasa dan mogok nasional yang dilakukan oleh Serikat Pekerja/Buruh yang dijamin konstitusi dan undang-undang maka hal tersebut merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana penjara sebagaimana dimaksud Pasal 143 jo. Pasal 185 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 18 UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Pasal 143 UU Ketenagakerjaan:

(1) Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai.
(2) Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan  pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan  damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 185 UU Ketenagakerjaan:

(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2),  Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.

Pasal 18 UU Menyampaikan Pendapat di Muka Umum:

(1) Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1) adalah kejahatan.

Oleh karenanya, kami dari Tim Advokasi untuk Buruh dan Rakyat Tolak PP Pengupahan menyatakan sikap sebagai berikut:
1) Mendukung serikat buruh/pekerja untuk melakukan unjuk rasa dan mogok nasional untuk menolak PP Pengupahan karena inkonstitusional dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan. Sehingga unjuk rasa dan mogok nasional buruh sah secara konstitusi dan dijamin undang-undang, maka siapapun tidak boleh menghalang-halangi unjuk rasa dan mogok nasional yang dilakukan buruh dan rakyat Indonesia menolak PP Pengupahan.

2) Meminta kepada Polri dan TNI untuk tidak melakukan represif dan menghalang-halangi buruh/pekerja dan rakyat Indonesia yang melakukan unjuk rasa dan mogok nasional menolak PP Pengupahan.

3) Meminta kepada Komnas dan Kompolnas memastikan agar buruh dapat melakukan unjuk rasa dan mogok nasional menolak PP Pengupahan.

4) Kami Tim Advokasi Buruh dan Rakyat Tolak PP Pengupahan terdiri dari Advokat dan organisasi masyarakat sipil akan melakukan pemantauan dan pendampingan terhadap aksi unjuk rasa dan mogok nasional yang dilakukan buruh dan rakyat indonesia. Karena Hal ini dijamin dalam UU Advokat dan UU Bantuan Hukum.

Jakarta, 17 Nopember 2015
Hormat kami
Tim Advokasi untuk Buruh dan Rakyat (TABUR) Tolak PP Pengupahan
LBH Pers, LBH Jakarta, KontraS Jakarta, Imparsial, TURC, LBH Padang, LBH Bali, LBH Bandung, LBH Makassar, LBH Semarang, DPP LBH FSP Farker, DPC Bogor FSP Farker, KontraS Surabaya, KontraS Medan, LBH Aspek, YLBHI, TPPMI, FSP PAR REF, Advokat Probono, Pilnet, Seknas Fitra

Thursday, November 21, 2013

Geber BUMN Menagih Janji Dahlan Iskan Laksanakan Rekomendasi Panja Outsourcing.

Pada hari Kamis, 14 November 2013, Geber BUMN melakukan aksi didepan Istana Negara, atas desakan dari berbagai lembaga, akhirnya Meneg BUMN menemui Geber BUMN yang melakukan aksi. kemudian Dahlan Iskan meminta perwakilan Geber BUMN untuk berdiskusi dengan Dahlan Iskan untuk melaksanakan rekomendasi Panja Outsourcing. pada prinsipnya pertemuan tersebut  memuat kesepakatan akan dua hal, yaitu (1) kesediaan menjalankan rekomendasi sepenuhnya dengan menerbitkan sura instruksi atau kepmen untuk memerintahkan kepada Seluruh Direksi BUMN untuk melaksanakan rekomendasi Panja Outsourcing,(2) dibentuknya tim khusus penyelesaian yang melibatkan tiga unsur yakni geberbumn, kemeneg bumn, dan perusahaan bumn.   

“Turunan” kesepakatan lainnya, berupa tekad bisa mewujudkan “pengangkatan” outsourcing semaksimal mungkin dari sisi pelaksanaannya. Disanalah kerja Timsus (tim khusus) tersebut dimaksudkan. Akselerasi atas pengambilan keputusan diharapkan bisa berlangsung “segera” karena telah tersedianya data-data kasus secara lengkap. Soal outsourcing, pelanggaran atas hak-hak normatif, phk sepihak hingga dugaan adanya kejahatan anti serikat.

Dengan demikian Dalam beberapa waktu ke depan lagi, Para pekerja di perusahaan BUMN akan mendapatkan kepastian penyelesaian akan masalah ketenagakerjaan yang dialaminya. Utamanya, bagi para pekerja outsourcing/alihdaya/pkwt. Janji Dahlan Iskan menerbitkan Keputusan ataupun Instruksi Menteri (Kepmen/Instrumen) untuk melaksanakan Rekomendasi Panja Outsourcing paling lambat tanggal 22 November 2013 yang diharapkan bisa menjadi “mesin penggerak” bagi terrealisasinya seluruh butir-butir rekomendasi dari hasil kerja Panja OS dan Naker BUMN, akan diterbitkan. maka Keputusan atau Instruksi Mentri, sangat dinanti penuh khidmat. Akankah isinya menjadi bertuah “ampuh” ataukah malah menjadi sampah.

Ampuh, jika saja “isi” produk hukum itu (kepmen/instrumen) mampu menjawab dan juga memuat dua hal tadi disertai dengan prinsip-prinsip, pemberlakuan sanksi, serta ketentuan-ketentuan bagi pelaksanaannya kelak. Para Direksi BUMN pun bisa mematuhi sekaligus memenuhi harapan terbaik bagi penyelesaian kasus-kasus ketenagakerjaan yang terjadi di perusahaan BUMN yang dipimpinnya.

Tapi sebaliknya, jika yang terjadi adalah sikap PEMBANGKANGAN yang ditunjukkan oleh Direksi-Direksi BUMN ini, maka Kepmen/Instrumen hanyalah menjadi “SAMPAH” bagi produk hukum negara. Dan atas hal ini, patut kiranya, Pa Dahlan Iskan, segera mundur dari jabatan Menteri BUMN yang didudukinya.

Ketidakmampuan berwibawa dihadapan bawahannya (Direksi-Direksi BUMN) bisa mendorong ke arah “pelecehan” terhadap lembaga tinggi negara lainnya. Negara menjadi “tunduk” dan tidak berdaya atas “penguasa modal” yang ada. Apalagi, Dahlan Iskan pun ke depan menjadi “capres” dari Partai Penguasa saat ini. Akan sangat “naif” seorang capres yang ingin berkuasa nantinya namun lemah-lunglai sekarang, dibawah komando 141 orang ketimbang membela “jutaan” rakyat pekerja yang perlu diselamatkan nasibnya.

Terdekat, kita bisa uji Kepmen/Instrumen tersebut pada soal “outsourcing” di tiga BUMN besar yang ada. PT PLN, PT PERTAMINA dan PT JAMSOSTEK. Ketiga BUMN ini, belum akomodatif terhadap keputusan rekomendasi Panja soal kewajiban MENGANGKAT Outsourcing menjadi Pekerja Tetap di Perusahaan BUMN nya.

Pada kasus PT Jamsostek misalnya, tegas-tegas, Direksinya malah masih bersikukuh untuk tidak menerima seluruh rekomendasi Panja. Sedangkan pada kasus PT PLN dan PT PERTAMINA, terus bersiasat dan berkelit dengan beragam rupa untuk bisa menghindari kewajiban menjalankan rekomendasi. Pemulangan pekerja OS ke vendor/ppjp, intimidasi dalam penghentian kontrak hingga PHK sepihak yang dikenakan secara langsung. Penyelesaian atas kasus di ketiga BUMN ini bisa menjadi “tolok ukur” bagi keberhasilan Menteri BUMN dalam menuntaskan penanganan kasus-kasus ketenagakerjaan yang ada di BUMN.
Oleh karenanya Geber BUMN mendesak :
  1. Meneg BUMN RI, agar bisa memastikan Kepmen/Instrumen yang akan diterbitkan memuat KESANGGUPAN untuk menjalankan Rekomendasi Panja OS dan Naker BUMN DPR RI dan kesepakatan-kesepakatan lainnya sebagaimana yang sudah disepakat di pertemuan pada hari Kamis, tanggal 14 November 2013 di Kantor Kementrian BUMN.
  2. Meneg BUMN RI, segera menjamin dan segera mengangkat pekerja Outsourcing/Alihdaya /PKWT menjadi Pekerja Tetap di Perusahaan-Perusahaan BUMN tanpa syarat.
  3. Meneg BUMN RI, segera mempersiapkan dan memberlakukan SK Pemberhentian terhadap Direksi-Direksi Perusahaan BUMN yang tidak menjalankan rekomendasi Panja OS dan Naker BUMN DPR RI.
  4. Komisi IX DPR RI, untuk maksimalkan pengawasan terhadap pelaksanaan rekomendasi Panja melalui fungsi kedewanan DPR dan Satgas yang direkomendasikan Panja OS dan Naker BUMN RI.
  5. Presiden RI, segera MEMBERHENTIKAN dengan tidak hormat terhadap Meneg BUMN RI atas pembohongan publik yang dilakukannya dihadapan forum raker Komisi IX DPR RI tertanggal 9 September 2013 serta 14 November 2013 di hadapan forum rapat di Kantor Kementriannya, jikasaja Meneg BUMN RI MENGINGKARI kewajiban melaksanakan Rekomendasi Panja OS dan Naker BUMN DPR RI serta memuat hal yang MENYIMPANG dari hasil pertemuan pada tanggal 14 November 2013
  6. Pimpinan DPR RI, segera mengambil-alih penyelesaian atas kasus ketenagakerjaan di BUMN melalui mekanisme perwujudan hak budget maupun hak interpelasi kepada Presiden, jika Pemerintah (c.q Meneg BUMN RI dan Presiden RI) GAGAL menanganinya dengan cepat dan efektif.

Jakarta, 20 November 2013
Hormat kami
GEBER BUMN

KONTAK :

MARULI-081369350396 (LBH Jakarta), AIS-081585859973 (KOORDINATOR), NINING-081317331801 (KASBI), STAVIP-081383658633 (OPSI), SABDA-081802887788 (ASPEK Indonesia), RIJANTO TIMBUL-0818175150 (BUMN Strategis, SP PLN), WIDODO-08128096278 (BUMN Bersatu), MAS’UD-081289069392 (PPMI), M. SIDARTA-082126844759 (FSPLEM SPSI), YUDI-085715552091 (FSPMI), NIKASI G-081294214099, ULY NP 082113146540 (KSBSI).

Tuesday, October 15, 2013

Sepuluh Ribu Buruh Menanti "Kado" Keadilan

Sepuluh ribu buruh dari Serikat Pekerja Nasional (SPN) DKI Jakarta menggugat Jokowi Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 29 April 2013 mengenai penangguhan upah yang disinyalir melanggar peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan dan sarat dengan  kecurangan.

Gugatan Pembatalan Penangguhan Upah tersebut diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta. Para buruh berharap kepada PTUN DKI Jakarta untuk memberikan putusan yang adil kepada sepuluh ribu buruh, untuk membatalkan SK Gubernur Penangguhan Upah yang ditandatangani oleh Jokowi.

Pasalnya PTUN Bandung Jawa Barat telah mengabulkan gugatan buruh untuk pembatalan SK Gubernur Jawa Barat mengenai penangguhan upah kepada 209 dari 257 perusahaan yang diberikan Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan. Maka PTUN Jakarta juga harus berani membuat putusan yang adil kepada sepuluh ribu buruh seperti halnya yang dilakukan oleh PTUN Bandung Jawa Barat.

Gugatan yang diajukan oleh Serikat Buruh tersebut di PTUN Jakarta akan diputuskan pada hari Kamis, 17 Oktober 2013. Tepat di satu tahun Jokowi- Basuki sebagai Gubernur- Wakil Gubernur DKI Jakarta. Para buruh berharap mendapatkan “kado” keadilan dari PTUN DKI Jakarta yaitu batalkan SK Gubernur DKI Jakarta mengenai Penangguhan Upah tahun 2013. Apakah PTUN DKI Jakarta memberikan "Kado" Keadilan kepada sepuluh ribu buruh tersebut atau sebaliknya?. Hal ini akan terjawab pada tanggal 17 Agustus 2013, semoga saja Pengadilan memberikan keadilan kepada semua orang tidak terkecuali kepada kaum buruh.